Oleh : Mas Hushendar, S.H.,M.H.
Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Maluku Utara
Penghargaan atas disiplin waktu tak lepas menjadi perhatian terpenting dalam berbagai kehidupan sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, politik, dan hukum. Agama pun mengaturnya yang mengingatkan “Merugilah orang yang tidak memanfaatkan masa atau waktu” sebagai implementasinya pelaksanaan ibadah shalat, puasa, zakat, dan haji telah ditentukan waktunya, t idak menepati waktu berakibat tidak sah pelaksanaan ibadah tersebut. Jadwal dan pembatasan waktu kita jumpai dalam bermacam kegiatan, seperti : lingkungan kerja, transportasi, suatu pertunjukan atau hiburan, dan belajar-mengajar mulai dari play group hingga perguruan tinggi. Oleh karena itu sesungguhnya kita sudah terbiasa diatur oleh waktu dalam melaksanakan kehidupan ini. Namun kebiasaan memenuhi waktu dalam banyak kegiatan, tidak selamanya berlangsung sama terhadap kegiatan lainnya. Kurang penghargaan terhadap waktu ini, diantaranya dalam memenuhi undangan. Apakah itu undangan rapat, pesta pernikahan, upacara, dan acara lainnya. Keadaan demikian kita sadari, dianggap lumrah dan dimaklumi, makanya terus berjalan dari waktu ke waktu yang telah berlangsung cukup lama seolah menjadi budaya. Tentu ini bukan budaya karena tidak mengandung nilai positif, melainkan sejauh merupakan “Tradisi atau kebiasaan buruk” yang perlu dilakukan perubahan.
Dampak negatif
Dalam suatu malam saya menghadiri undangan pesta pernikahan di Ternate karena lama menunggu, jam makan malampun telah lewat, dan rombongan pengantin masih belum datang. Terjadilah obrolan kesana kemari, seorang teman menimpali temannya yang belum sempat makan, makanya berdasarkan pengalaman saya sebelum pergi makan lebih dahulu karena nanti pengantin baru datang setelah undangan banyak yang hadir. Dalam benak saya, apakah ini merupakan kearifan lokal pasangan pengantin bagai Raja dan Ratu semalam yang menghendaki disaksikan dan mendapat doa dari banyak tamu, padahal tamunya seolah berlomba datang terlambat. Pada kesempatan lain saya menghadiri suatu rapat, kepada undangan yang duduk di sebelah kursi saya katakan sebelum jam undangan yang ditentukan saya sudah hadir di sini, tapi acara sudah jauh lewat waktu belum dimulai. Yang duduk di sebelah menjawab, saya dulu begitu, tetapi sekarang menyesuaikan karena hampir setiap undangan pelaksanaannya lewat waktu. Hati saya pun mengamini, memang benar sering menghadiri undangan atau kegiatan pelaksanaannya molor. Pengalaman teman yang lain mengatakan ia pernah menghadiri suatu undangan telah lewat waktu cukup lama acara masih belum dimulai sehingga akhirnya meninggalkan tempat pertemuan. Keadaan seperti ini menunjukan ketidakpastian, padahal dalam kehidupan ini dituntut kepastian dan kejelasan untuk penentuan pilihan atau penjatuhan keputusan bermartabat yang menghasilkan manfaat.
Tidak tepat waktu yang ditentukan dalam undangan untuk pelaksanakan suatu kegiatan menimbulkan dampak negatif, seperti : Dinilai tidak memiliki budaya disiplin yang baik, tidak terpenuhi atau mengganggu kegiatan lainnya, tidak menghargai bahkan merugikan orang yang telah menepati waktu undangan, merubah sikap orang yang telah tepat waktu hadir dalam undangan menjadi menyesuaikan dengan pelaksanaan yang ngaret atau berlarut lewat waktu, menguras enerji karena menunggu adalah pekerjaan melelahkan, dan pemborosan pembiayaan seperti pemakaian listrik dan sewa tempat penyelenggaraan.
Menuntut jiwa dan sikap perubahan
Apa yang diutarakan di atas, semoga menggugah untuk menjadi perhatian kita semua agar setiap pelaksanaan undangan menepati waktu yang telah ditentukan karena kita tahu ada adagium yang menyatakan “Waktu itu adalah uang”, “Karena waktu peluang emas dapat diraih”, “Dengan waktu dapat merubah hidup ini” dan “Waktu yang disia-siakan atau lewat takan kembali untuk dimanfaatkan”. Kita harus yakin tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, kalau kita memiliki komitmen, tekad kuat, dan semangat perubahan secara bersama-sama untuk memperoleh kebaikan, kemanfaatan, dan kemaslahatan, menjadikan keadaan demikian suatu hal yang mudah untuk dirubah. Memang suatu perubahan selalu mengundang komplain dari pihak yang merasa sudah puas dan nyaman dengan keadaan sebelumnya karena takut kepentingannya terganggu.
Program pemerintah yang dikenal dengan “Revolusi Mental” bertujuan untuk menggembleng manusia Indonesia menjadi manusia baru. Melakukan perubahan mental manusia kearah yang positif, antara lain mengubah sikap pesimis menjadi optimis, sikap pasif menjadi aktif, dan sikap mudah menyerah menjadi pantang menyerah. Sikap tidak disiplin waktu menghadiri undangan merupakan pola pikir lama sehingga harus dirubah dengan cepat dengan cara berpikir yang merespon situasi atau kondisi yang negatif ini kearah yang berdaya guna. Mulailah dari saat ini, dimulai dari diri kita masing-masing, dan diupayakan harus bisa.
Sistem dan teknologi solusi ampuh memberangus berbagai kelemahan dan ketimpangan dalam pelaksanaan pemerintahan, organisasi, dan kegiatan usaha yang sudah berjalan lama dan terstruktur sebagaimana hasilnya telah terwujud dan dirasakan faedahnya oleh masyarakat. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan perubahan ini, yakni :
Apabila keadaan ini terus berulang berlangsung akan membentuk suatu nilai baru yang dibutuhkan untuk kepentingan bersama yang bermakna, selanjutnya akan menjadi budaya yang diakui keberadaannya yaitu “Disiplin Waktu Pelaksanaan Kegiatan” yang menjadi “Ikon dan Kearifan Lokal “ khususnya di Ternate dan umumnya di Provinsi Maluku Utara.
# Catatan :
Tulisan Artikel/Opini ini telah dimuat dalam Surat Kabar
“Seputar Malut” hari Kamis, tanggal 20 Juli 2017 pada Hal. 9.