Banyaknya bergulir konstelasi Politik Calon Gubernur Maluku Utara, tidak ada satu kontestan pun yang bisa berpikir bagaimana melahirkan suatu gagasan menghidupkan pidana adat di Bumi Maluku Utara, padahal ini sangat penting guna meningkatkan kehidupan pidana adat yang dijunjung dalam kearifan lokal Bumi Maluku Utara.
Jika kita mempelajari dan memperhatikan sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 1 tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru dimana berlakunya direncanakan pada tahun 2026 telah mengatur tentang suatu sifat Pemberlakuaan Hukum yang hidup dalam masyarakat berupa hukum adat, yang dapat mengecualikan ketentuan-ketentuan Pidana dalam KUHP yang baru. Hal ini mempunyai arti terhadap adanya suatu pelanggaran pidana pada suatu masyarakat yang telah diselesaikan dengan Pidana Adat, maka penerapan hukum terhadap pelaku tidak dapat diterapkan secara dua kali dengan pidana umum, hal ini tentunya sangat baik sekali dalam konsep pembangunan hukum yang berkeadilan dalam naungan pendekatan kearifan lokal.
Muara Penerapan KUHP Baru
Kalau kita mempelajari lebih lanjut dari penerapan KUHP ini mempunyai nilai penerapan Hukum yang berbeda, dimana pada KUHP yang baru maksud dan tujuan hukum itu sendiri tidak ada suatu frasa sekalipun adanya hukum bertujuan sebagai ajang pembalasan bagi pelanggarnya, hal ini semata-mata untuk menciptakan keteraturan di masyarakat, diketahui dari nuansa paradigma KUHP Baru adalah sanksi pidana penjara haruslah menjadi obat terakhir (ULTIMUM REMEDIUM), yaitu dalam penerapan sanksi hukum akan tidak diterapkan bilamana ada saksi-saksi yang lain.
Keberadaan Maluku Utara yang merupakan kepulauan dan beragam suku budaya, sudah seharusnya bisa mengambil momen yang baik ini, sebelum berlakunya KUHP yang baru di tahun 2026, hanya diperlukan sinergi secara bersamaan antara para pemimpin DPRD dan Kesultanan untuk menggali kembali peraturan–peraturan adat yang terpendam guna dikodifikasi dalam suatu peraturan berbentuk Peraturan Daerah (Perda). Seperti kita ketahui bersama dalam peraturan adat ini ada nilai-nilai kearifan lokal, yang merupakan hukum yang hidup dalam masyarakat yang merupakan peraturan yang lebih mengena di hati masyarakat adat untuk dipatuhi dibandingkan dengan ketentuan hukum umum.
Penerapan hukum Pidana Kekinian
Jika kita mempelajari lebih dalam tentang penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam perkembangannya, perubahan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 mengacu pada 4 (empat ) antara lain :
Masyarakat Maluku Utara dan juga masyarakat lain pada umumnya, dengan adanya pembaharuan undang-undang hukum Pidana harus bisa terwujudnya usaha pembangunan hukum secara nasional pada daerahnya dengan melahirkan rujukan hukum yang baru secara adat yang dilakukan secara terarah dan terpadu dan terencana sehingga dapat mendukung pembangunan di segala bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan serta tingkat kesadaran hukum dari masyarakat semangkin tinggi sesuai dengan dinamika yang berkembang dalam masyarakat. Bekerjanya hukum Pidana dalam suatu pembangunan suatu daerah adalah salah satunya sebagai suatu kontrol bagi masyarakat agar bagaimana masyarakat dalam konsep hukum yang ada dapat mendukung dan mengawasi jalannya pembangunan itu sendiri agar dapat berjalan lebih baik.
Pemberian Kebebasan pada masyarakat untuk menggunakan hukum adat dalam menyelesaikan persoalan pelanggaran Pidana adalah merupakan hal baik dari pembuat undang-undang. Hal ini menunjukkan pada saat ini kita tidak menganut “MARXISME” yang menjadikan hukum dibuat bukan untuk kepentingan masyarakat (Rakyat), melainkan untuk kepentingan kekuasaan menindas kepentingan rakyat, dan menempatkan hukum di bawah kepentingan kekuasaan. Yang lebih parah lagi, kaum “MARXISME” ini menjadikan semua produk hukum (Undang-Undang) yang tidak mencerminkan kedaulatan rakyat, namun untuk mereka yang memegang kekuasaan (KAPITALIS). Selaras dalam pembentukan KUHP yang baru ini, yang didukung dengan adanya budaya kearipan lokal haruslah didukung oleh semua pihak.
Penutup
Adanya ruang dan waktu saat ini yang masih panjang saat ini, sudah seharusnya pemerintah di Maluku utara ini mulailah melakukan pengumpulan dan penggalangan hukum adat yang belum tersusun secara baik, yang belum terkodifikasi, guna kembali disusun untuk dijadikan dalam suatu peraturan daerah yang digodok dalam Permusyaratan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Maluku Utara, guna dijadikan suatu peraturan Pidana Adat yang mengatur suatu peraturan atau hukum yang hidup dalam masyarakat maluku Utara, guna menciptakan suatu ketentaraman dalam pembangunan di Bumi Maluku Utara yang dicintai ini.
Dr. Tirta Winata, S.H., M.H.
Humas Pengadilan Tinggi Maluku Utara
Staf Pengajar Fakultas Hukum UMMU